MATA
KULIAH
OSEANOGRAFI
PERIKANAN
NAMA
: HEDRIANTO
STAMBUK
: 21206007
PROGRAM
STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS
PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH KENDARI
KENDARI
2014
KATA
PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah tuhan semesta alam yang senantiasa mencurahkan rahmatnya dan
karunianya. Kami bersyukur kepada ilahi robi yang telah memberikan taufik serta
hidayahnya kepada kami sehingga tugas makalah ini dapat terselesaikan.
Materi
dalam makalah ini disusun berdasarkan studi pustaka dengan referensi-referensi
yang sesuai dengan tujuan agar pada umumnya lebih mengetahui tentang pasang
surut dan pengaruhnya terhadap organisme perairan.
Kami
menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami
kepada para pembaca khususnya kami mengharapkan saran dan kritiknya demi
kesempurnaan makalah ini.
Semoga
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca dan umumnya bagi masyarakat. amin
Penulis,
ttd
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR...................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang..........................................................................................
B. Rumusan
masalah.....................................................................................
C.
Tujuan penulisan..............................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
pasang surut............................................................................
B. Teori dan faktor penyebab pasang surut.................................................. ......
C. Tipe-tipe pasang surut...............................................................................
D. Pengaruh pasang surut terhadap organisme..............................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................
B. Saran........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Laut adalah bagian dari bumi kita
yang tertutup oleh air asin. Kata laut sudah dikenal sejak dulu kala oleh kita dan
bahkan oleh bangsa-bangsa di beberapa Negara di Asia Tenggara seperti Filipina,
Malaysia, Thailand, Singapura dan mungkin beberapa suku bangsa lain di kawasan
ini. Laut lepas yang dibatasi oleh benua-benua kita kenal sebagai samudera. Lautan
telah lama dikenal sebagai salah satu ekosistem yang paling besar, paling
kompleks dan paling dinamis di dunia. Terdapat berbagai macam interaksi antara
faktor-faktor penyusun komponen lingkungan laut yang berlangsung sangat cepat
dan terus menerus sehingga sangat menentukan kondisi ekosistem yang ada di
lingkungan perairan tersebut. Lebih dari 80% air yang yang berada di alam
merupakan air laut. Air laut menentukan iklim dan kehidupan di bumi. Sifat dari
lingkungan kelautan adalah selalu berubah dan dinamik. Kadang-kadang perubahan
ini berlangsung dalam waktu yang relatif cepat maupun lambat. Cepat atau
lambatnya perubahan ini sama-sama mempunyai pengaruh, yakni kedua sifat
perubahan tersebut akan mengubah intensitas faktor-faktor lingkungan. Perubahan
apapun yang terjadi ada yang akan berdampak positif baik bagi suatu kehidupan
dan negatif bagi kehidupan yang lain. Karena terus berubahnya lingkungan, maka
organisme yang menempati kemungkinan juga akan berubah dan dapat merusak
ekosistem tersebut. Faktor-faktor lingkungan fisik yang mempengaruhi perairan
laut adalah gerakan air, salinitas suhu dan cahaya. Salah satu gerakan air laut
yang membawa pengaruh besar bagi ekosistem laut adalah pasang surut.
Pasang surut (pasut) merupakan salah
satu gejala laut yang besar pengaruhnya terhadap kehidupan biota laut,
khususnya di wilayah pantai. Pasut adalah gerakan naik turunnya permukaan laut
secara beriramayang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari. Bumi
berputar bersama kolom air di permukaannya dan menghasilkan dua kali pasang dan
dua kali surut dalam 24 jam di banyak tempat di bumi. Namun ada juga pasang
surut campuran yang mana terjadi satu kali pasang dua kali surut dan sebaliknya
satu kali surut dua kali pasang.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah yang terdapat dalam
penyusunan makalah ini adalah:
1. Bagaimana
proses terjadinya pasang surut di laut?
2. Jelaskan
faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut!
3. Jelaskan
tipe-tipe pasang surut yang terjadi di perairan laut!
4. Bagaimana
pengaruh pasang surut terhadap kehidupan organisme di dalam perairan laut?
C. Tujuan
Tujuan
yang ingin dicapai dalam penyusunan makalah ini adalah:
1. Untuk
mengetahui proses terjadinya pasang surut di perairan air laut.
2. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut.
3. Untuk mengetahui tipe-tipe pasang surut yang terjadi di perairan laut Indonesia khususnya.
2. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut.
3. Untuk mengetahui tipe-tipe pasang surut yang terjadi di perairan laut Indonesia khususnya.
4. Untuk
memahami pengaruh pasang surut terhadap kehidupan organisme yang hidup di
perairan laut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pasang Surut
Menurut
Nontji (2005), pasang surut adalah gerakan naik turunnya permukaan laut secara
berirama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari. Matahari mempunyai
massa 27 juta kali lebih besar dari massa bulan, tetapi jaraknya pun sangat
jauh dari bumi (rata-rata 149,6 juta km). sedangkan buln, sebagai satelit
kecil, jaraknya sangat dekat ke bumi (rata-rata 381.160 km). Dalam mekanika
alam semesta, jarak lebih menentukan daripada massa, sehingga bulan memiliki
pengaruh yang lebih besar terhadap terjadinya pasang surut. Gaya tarik
gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua
tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan
pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan
bidang orbital bulan dan matahari.
Menurut
Pariwono (1989), fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka
laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama
matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Sedangkan menurut Dronkers
(1964) pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya
permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya
gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari,
bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya
lebih jauh atau ukurannya lebih kecil.
B.
Teori dan
Faktor Penyebab Pasang Surut
1.
Teori kesetimbangan (Equilibrium Theory)
Teori
kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton (1642-1727).
Teori ini menerangkan sifat-sifat pasut secara kualitatif. Teori terjadi pada
bumi ideal yang seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh kelembaman
(Inertia) diabaikan. Teori ini menyatakan bahwa naik-turunnya permukaan laut
sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut (King, 1966). Untuk memahami gaya
pembangkit passng surut dilakukan dengan memisahkan pergerakan sistem
bumi-bulan-matahari menjadi 2 yaitu, sistem bumi-bulan dan sistem bumi
matahari.
Pada teori
kesetimbangan bumi diasumsikan tertutup air dengan kedalaman dan densitas yang
sama dan naik turun muka laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut
atau GPP (Tide Generating Force) yaitu Resultante gaya tarik bulan dan gaya
sentrifugal, teori ini berkaitan dengan hubungan antara laut, massa air yang
naik, bulan, dan matahari. Gaya pembangkit pasut ini akan menimbulkan air
tinggi pada dua lokasi dan air rendah pada dua lokasi (Gross, 1987).
Teori
tersebut akan benar jika digunakan anggapan seluruh permukaan bumi tertutup
merata oleh air laut (equilibrium theory), jika hanya ada pengaruh bulan saja
atau matahari saja, tetapi tidak pengaruh keduannya secara bersamaan dan jika
bulan atau matahari mempunyai orbit yang benar-benar berupa lingkaran dan
orbitnya tepat di atas khatulistiwa. Tetapi pada kenyataannya anggapan tersebut
tidak benar. Karena laut tidak meliputi bumi secara merata tetapi terputus oleh
benua dan pulau. Topografi dasar laut tidak rata mendatar tetapi sangat
bervariasi dari palung yang dalam, gunung bawah laut sampai paparan yang luas
dan dangkal. Demikian pula ada selat yang sempit dan panjang atau teluk
berbentuk corong dengan dasar melandai. Hal tersebut menimbulkan penyimpangan
dari kondisi yang ideal dan menyebabkan ciri-ciri pasang surut yang
berbeda-beda dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Selain itu posisi kedudukan
bulan dan matahari dalam orbit selalu berubah relatif terhadap bumi. Apabila
bulan dan matahari berada kurang lebih pada satu garis lurus dengan bumi,
seperti pada saat bulan muda atau bulan purnama maka gaya tarik keduanya akan
saling memperkuat. Dalam keadaan demikian terjadi pasang surut purnama (spring
tide) dengan tinggi air yang maksimum melebihi pasang biasa. Sebaliknya
surutnya sangat rendah hingga lokasi dengan pantai yang landai bisa menjadi
kering sampai ke laut. Tetapi jika bulan dan matahari membentuk sudut siku-siku
terhadap bumi maka gaya tarik keduanya akan saling meniadakan. Akibatnya
perbedaan tinggi air antara pasang dan surut kecil, keadaan ini dikenal dengan
pasang perbani (neap tide).
Keterangan:
(a). Bulan menimbulkan sebuah tonjolan di bagian
bumi yang terdekat sehingga gaya gravitasi lebih besar dari pada gaya
sentrifugal yang dinetralkan. Di sisi yang berlawanan, gaya sentrifugal lebih
kuat dan menetralkan gaya gravitasi.
(b). Posisi bulan dan matahari pada pasang
perbani dan pasang purnama (Nybakken, 1993. hal 221).
2.
Teori Pasut Dinamik (Dynamical Theory)
Pond dan Pickard (1978) menyatakan
bahwa dalam teori ini lautan yang homogen masih diasumsikan menutupi seluruh
bumi pada kedalaman yang konstan, tetapi gaya-gaya tarik periodik dapat
membangkitkan gelombang dengan periode sesuai dengan konstitue-konstituennya.
Gelombang pasut yang terbentuk dipengaruhi oleh GPP, kedalaman dan luas
perairan, pengaruh rotasi bumi, dan pengaruh gesekan dasar. Teori ini pertama
kali dikembangkan oleh Laplace (1796-1825). Teori ini melengkapi teori
kesetimbangan sehingga sifat-sifat pasut dapat diketahui secara kuantitatif.
Menurut teori dinamis, gaya pembangkit pasut menghasilkan gelombang pasut (tide
wive) yang periodenya sebanding dengan gaya pembangkit pasut. Karena
terbentuknya gelombang, maka terdapat faktor lain yang perlu diperhitungkan
selain GPP.
Menurut Defant(1958), faktor-faktor
tersebut adalah :
a. Kedalaman perairan dan luas perairan
b. Pengaruh rotasi bumi (gaya Coriolis)
c. Gesekan dasar
Rotasi bumi menyebabkan semua benda
yang bergerak di permukaan bumi akan berubah arah (Coriolis Effect). Di belahan
bumi utara benda membelok ke kanan, sedangkan di belahan bumi selatan benda
membelok ke kiri. Pengaruh ini tidak terjadi di equator, tetapi semakin
meningkat sejalan dengan garis lintang dan mencapai maksimum pada kedua kutub.
Besarnya juga bervariasi tergantung pada kecepatan pergerakan benda tersebut.
Menurut Mac Millan (1966) berkaitan
dengan dengan fenomeana pasut, gaya Coriolis mempengaruhi arus pasut. Faktor
gesekan dasar dapat mengurangi tunggang pasut dan menyebabkan keterlambatan
fase (Phase lag) serta mengakibatkan persamaan gelombang pasut menjadi non
linier semakin dangkal perairan maka semaikin besar pengaruh gesekannya.
Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya pasang surut berdasarkan teori kesetimbangan adalah rotasi bumi pada
sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari, revolusi bumi terhadap matahari.
Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan luas perairan,
pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar. Selain itu juga
terdapat beberapa faktor lokal yang dapat mempengaruhi pasut disuatu perairan
seperti, topogafi dasar laut, lebar selat, bentuk teluk, dan sebagainya,
sehingga berbagai lokasi memiliki ciri pasang surut yang berlainan (Wyrtki,
1961).
Pasang surut laut merupakan hasil dari
gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke
arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa
tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil
dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya
tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih
dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke
arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut
gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh
deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan
matahari (Priyana,1994).
Bulan dan matahari keduanya memberikan
gaya gravitasi tarikan terhadap bumi yang besarnya tergantung kepada besarnya
masa benda yang saling tarik menarik tersebut. Bulan memberikan gaya tarik
(gravitasi) yang lebih besar dibanding matahari. Hal ini disebabkan karena
walaupun masa bulan lebih kecil dari matahari, tetapi posisinya lebih dekat ke
bumi. Gaya-gaya ini mengakibatkan air laut, yang menyusun 71% permukaan bumi,
menggelembung pada sumbu yang menghadap ke bulan. Pasang surut terbentuk karena
rotasi bumi yang berada di bawah muka air yang menggelembung ini, yang
mengakibatkan kenaikan dan penurunan permukaan laut di wilayah pesisir secara
periodik. Gaya tarik gravitasi matahari juga memiliki efek yang sama namun
dengan derajat yang lebih kecil. Daerah-daerah pesisir mengalami dua kali
pasang dan dua kali surut selama periode sedikit di atas 24 jam (Priyana,1994).
C.
Tipe-Tipe
Pasang Surut
Bentuk pasang surut di berbagai daerah
tidak sama. Tipe pasut ditentukan oleh frekuensi air pasang dengan surut setiap
harinya. Hal ini disebabkan karena perbedaan respon setiap lokasi terhadap gaya
pembangkit pasang surut. Menurut Romimohtarto dan Juwana (2007), dilihat dari
pola gerakan muka lautnya, pasang surut di Indonesia dapat dibagi menjadi empat
jenis yaitu:
1.
Pasut semi diurnal atau pasut harian ganda (dua kali
pasang dan dua kali surut dalam 24 jam), Periode pasang surut rata-rata adalah
12 jam 24 menit. misalnya di perairan selat Malaka;
2.
Pasut diurnal atau pasut harian tunggal (satu kali
pasang dan satu kali surut dalam 24 jam), Periode pasangsurut adalah 24 jam 50
menit, misalnya di sekitar selat Karimata;
3.
Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed
Tide, Prevailing Diurnal) merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali
pasang dan satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali
surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu, ini terdapat di Pantai
Selatan Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
4.
Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed
Tide, Prevailing Semi Diurnal) merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan
dua kali surut dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu
kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda, ini terdapat di
Pantai Selatan Jawa dan Indonesia Bagian Timur.
Daerah
paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi. Daerah ini dihuni
oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi bagi
kepiting dan burung pantai. Daerah tengah pantai terendam saat pasang tinggi
dan pasang rendah. Daerah ini dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut,
remis dan kerang, siput herbivora dan karnivora,kepiting, landak laut, bintang
laut, dan ikan-ikan kecil. Daerah pantai terdalam terendam saat air pasang
maupun surut. Daerah ini dihuni oleh beragam invertebrata dan ikan serta rumput
laut.
Komunitas
tumbuhan berturut-turut dari daerah pasang surut ke arah darat dibedakan
sebagai berikut.
1. Formasi
pes caprae, dinamakan demikian karena yang paling banyak tumbuh di gundukan
pasir adalah yang tahan terhadap hempasan gelombang dan angin;tumbuhan ini
menjalar dan berdaun tebal. Tumbuhan lainnya adalah Spinifex littorius (rumput
angin), Vigna, Euphorbia atoto, dan Canaualia martina. Lebih ke arah darat lagi
ditumbuhi Crinum asiaticum (bakung), Pandanus tectorius (pandan), dan Scaeuola
Fruescens (babakoan).
2. Formasi
baringtonia. Daerah ini didominasi tumbuhan baringtonia, termasuk di dalamnya
Wedelia, Thespesia,Terminalia, Guettarda, dan Erythrina. Bila tanah di daerah
pasang surut berlumpur, maka kawasan ini berupa hutan bakau yang memiliki akar
napas. Akar napas merupakan adaptasi tumbuhan di daerah berlumpur yang kurang
oksigen. Selain berfungsi untuk mengambil oksigen, akar ini juga dapat
digunakan sebagai penahan dari pasang surut gelombang. Yang termasuk tumbuhan
dihutan bakau antara lain Nypa, Acathus, Rhizophora, dan Cerbera. Jika tanah
pasang surut tidak terlalu basah, pohon yang sering tumbuh adalah Heriticra,
Lumnitzera, Acgicras, dan Cylocarpus.
D.
Pengaruh
Pasang Surut Terhadap Organisme
Terjadinya pasang surut memberikan
pengaruh terhadap kondisi lingkungan perairan. Misalnya Gerakan air vertikal
yang berhubungan dengan naik dan turunnya pasang surut, diiringi oleh gerakan
air horizontal yang disebut dengan arus pasang surut. Permukaan air laut
senantiasa berubah-ubah setiap saat karena gerakan pasut, keadaan ini juga
terjadi pada tempat-tempat sempit seperti teluk dan selat, sehingga menimbulkan
arus pasut (Tidal current). Gerakan arus pasut dari laut lepas yang merambat ke
perairan pantai akan mengalami perubahan, faktor yang mempengaruhinya antara
lain adalah berkurangnya kedalaman. (Mihardja et,. al 1994)
Menurut King (1962), arus yang terjadi
di laut teluk dan laguna adalah akibat massa air mengalir dari permukaan yang
lebih tinggi ke permukaan yang lebih rendah yang disebabkan oleh pasut. Arus
pasang surut adalah arus yang cukup dominan pada perairan teluk yang memiliki
karakteristik pasang (Flood) dan surut atau ebb. Pada waktu gelombang pasut
merambat memasuki perairan dangkal, seperti muara sungai atau teluk, maka badan
air kawasan ini akan bereaksi terhadap aksi dari perairan lepas.
Pada daerah-daerah di mana arus pasang
surut cukup kuat, tarikan gesekan pada dasar laut menghasilkan potongan arus
vertikal, dan resultan turbulensi menyebabkan bercampurnya lapisan air bawah
secara vertikal. Pada daerah lain, di mana arus pasang surut lebih lemah,
pencampuran sedikit terjadi, dengan demikian stratifikasi (lapisan-lapisan air
dengan kepadatan berbeda) dapat terjadi. Perbatasan antar daerah-daerah kontras
dari perairan yang bercampur dan terstratifikasi seringkali secara jelas
didefinisikan, sehingga terdapat perbedaan lateral yang ditandai dalam kepadatan
air pada setiap sisi batas.
Zona intertidal adalah zona littoral
yang secara reguler terkena pasang surut air laut, tingginya adalah dari pasang
tertinggi hingga pasang terendah. Didalam wilayah intertidal terbentuk banyak
tebing-tebing, cerukan, dan gua, yang merupakan habitat yang sangat
mengakomodasi organisme sedimenter. Morfologi
di zona intertidal ini mencakup tebing berbatu, pantai pasir, dan tanah
basah/wetlands. Pengaruh pasang-surut terhadap organisme dan komunitas zona
intertidal paling jelas adalah kondisi yang menyebabkan daerah intertidal
terkena udara terbuka secara periodik dengan kisaran parameter fisik yang cukup
lebar. Organisme intertidal perlu kemampuan adaptasi agar dapat menempati
daerah ini.
Faktor-faktor fisik pada keadaan
ekstrem dimana organisme masih dapat menempati perairan, akan menjadi pembatas
atau dapat mematikan jika air sebagai isolasi dihilangkan. Kombinasi antara
pasang-surut dan waktu dapat menimbulkan dua akibat langsung yang nyata pada
kehadiran dan organisasi komunitas intertidal. Pertama, perbedaan waktu relatif
antara lamanya suatu daerah tertentu di intertidal berada diudara terbuka
dengan lamanya terendam air. Lamanya terkena udara terbuka merupakan hal yang
sangat penting karena pada saat itulah organisme laut akan berada pada kisaran
suhu terbesar dan kemungkinan mengalami kekeringan. Semakin lama terkena udara,
semakin besar kemungkinan mengalami suhu letal atau kehilangan air diluar batas
kemampuan. Kebanyakan hewan ini harus menunggu sampai air menggenang kembali
untuk dapat mencari makan. Semakin lama terkena udara, semakin kecil kesempatan
untuk mencari makan dan mengakibatkan kekurangan energi. Flora dan fauna
intertidal bervariasi kemampuannya dalam menyesuaikan diri terhadap keadaan
terkena udara, dan perbedaan ini yang menyebabkan terjadinya perbedaan distribusi
organisme intertidal.
Pengaruh kedua adalah akibat lamanya
zona intertidal berada diudara terbuka. Pasang-surut yang terjadi pada siang
hari atau malam hari memiliki pengaruh yang berbeda terhadap organisme. Surut
pada malam hari menyebabkan daerah intertidal berada dalam kondisi udara
terbuka dengan kisaran suhu relatif lebih rendah jika dibanding dengan daerah
yang mengalami surut pada saat siang hari.
Pengaruh pasang-surut yang lain adalah
karena biasanya terjadi secara periodik maka pasang-surut cenderung membentuk
irama tertentu dalam kegiatan organisme pantai, misalnya irama memijah, mencari
makan atau aktivitas organisme lainnya.
1.
Biota pada zona intertidal
Menurut Prajitno, 2009. Biota pada
ekosistem pantai berbatu adalah salah satu daerah ekologi yang paling familiar,
habitat dan interaksinya sudah diketahui oleh ilmuan, penelitian diadakan di
pulau cruger yang pantai utaranya merupakan (freshwater) air tawar dan berbatu.
Fauna pada pantai berbatu pulau cruger berkarakteristik dominan pada binatang
air tawar. Sebagian besar berupa Dipterans, Nematodes, Microannelida,
Gastropoda,Bivalves dan Flatworms secara keseluruhan, macroinvertebrate yang
ada di pantai ini berasal dari golongan Tubellaria, Nematoda, Oligochaeta,
Gastropoda, Dreissna, Acari, Amphipoda, Ephemeroptera, Trichoptera, coteoptera,
Ceratopogonidae, Chironomidae. Sama seperti lingkungan air tawar, serangga
menjadi hal umum dicruger Island. Serangga yang terdapat adalah Epheraroptera,
Trichoptera, coleoptera dan diptera.
Menurut Nybakken, 1988. Dilingkungan
laut khususnya di intertidal. Spesies yang berumur panjang cenderung terdiri
dari berbagai hewan inverbrata.hewan-hewan intertidal dominan yang menguasai
ruang selain Mytilus californianus yang terdapat dalam jumlah banyak di pesisir
pasifik adalah teritip Balanus Cariogus dan Balanus glandula. Dua spesies
tersebut terdapat melimpah di wilayah intertidal walaupun kenyataannya mereka
bersaing dengan M.californianus hal ini menyebabkan pertumbuhan teritip dapat
berlangsung dengan baik. Pisaster Ochraceus merupakan predator kerang yang
rakus sehingga secara efektif mencegah kerang menempati seluruh ruang.
Pantai yang terdiri dari batu-batuan (rocky shore) merupakan tempat yang sangat baik bagi hewan-hewan atau tumbuhan-tumbuhan yang dapat menempelkan diri pada lapisan ini. Golongan ini termasuk banyak jenis gastropoda, moluska dan tumbuh-tumbuhan yang berukuran besar. Dua spesies Uttorina undulata dan tectarius malaccensis, tinggal dan hidup di bagian batas atas dari pantai di bawahnya berturut-turut ditempati oleh jenis spesies lain monodonta labio dan Nerita undata. Kemudian oleh cerithium morus dan turbo intercostalis. Akhirnya pada batas yang paling bawah terdapat lambis-lambis dan trochus gibberula (Hutabarat, 2008).
Pantai yang terdiri dari batu-batuan (rocky shore) merupakan tempat yang sangat baik bagi hewan-hewan atau tumbuhan-tumbuhan yang dapat menempelkan diri pada lapisan ini. Golongan ini termasuk banyak jenis gastropoda, moluska dan tumbuh-tumbuhan yang berukuran besar. Dua spesies Uttorina undulata dan tectarius malaccensis, tinggal dan hidup di bagian batas atas dari pantai di bawahnya berturut-turut ditempati oleh jenis spesies lain monodonta labio dan Nerita undata. Kemudian oleh cerithium morus dan turbo intercostalis. Akhirnya pada batas yang paling bawah terdapat lambis-lambis dan trochus gibberula (Hutabarat, 2008).
2.
Pola adaptasi organism intertidal
Bentuk adaptasi adalah mncakup
adaptasi structural, adaptasi fisiologi, dan adaptasi tingkah laku. Adaptasi
structural merupakan cara hidup untuk menyesuaikan dirinya dengan mengembangkan
struktur tubuh atau alat-alat tubuh kearah yang lebh sesuai dengan keadaan
lingkungan dan keperluan hidup.
Adaptasi fisiologi adalah cara makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara penyesaian proses-proses fisiologis dalam tubuhnya. Adaptasi tingkah laku adalah respon-respon hewan terhadap kondisi lingkungan dalam bentuk perubahan tingkah laku. (www.zonabawah.co.cc)
Adaptasi fisiologi adalah cara makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara penyesaian proses-proses fisiologis dalam tubuhnya. Adaptasi tingkah laku adalah respon-respon hewan terhadap kondisi lingkungan dalam bentuk perubahan tingkah laku. (www.zonabawah.co.cc)
Organisme intertidal memilki kemampuan
untuk beradaptasi dngan kondisi lingkungan yang dapat berubah secara signifikan,
pola tersebut meliputi:
a.
Daya Tahan terhadap Kehilangan air
Organisme laut berpindah dari air ke
udara terbuka, mereka mulai kehilangan air. Mekanisme yang sederhana untuk menghindari
kehilangan air terlihat pada hewan-hewan yang bergerak seperti kepiting dan
anemon. Hewan-hewan tersebut memiliki bentuk morfologi seperti memiliki alat
gerak yang baik untuk melakukan pergerakan yang cepat, serta struktur tubuh
yang ditutupi oleh zat kapur yang cukup kuat.
b.
Pemeliharaan Keseimbangan Panas
Organisme intertidal juga mengalami
keterbukaan terhadap suhu panas dan dingin yang ekstrim dan memperlihatkan
adaptasi tingkah laku dan struktur tubuh untuk menjaga keseimbangan panas
internal. Contoh pada siput dan kerang-kerangan ketika pasang maka siput
tersebut akan mengeluarkan badannya dari cangkang untuk melakukan aktivitas,
sedangkan ketika keadaan surut yang mengakibatkan keberadaan siput tersebut
terdedah dengan mendapatkan suhu lingkungan yang ekstrim, maka tubuhnya akan
dimasukkan ke dalam cangkang, untuk tetap mempertahankan suhu tubuhnya yang
stabil.
c.
Tekanan mekanik
Gerakan ombak mempunyai pengaruh yang
berbeda, pada pantai berbatu dan pada pantai berpasir. Untuk mempertahankan posisi
menghadapi gerakan ombak, organism intertidal telah membentuk beberapa
adaptasi.
d.
Pernapasan
Diantara hewan intertidal terdapat
kecenderungan organ pernapasan yang mempunyai tonjolan kedalam rongga
perlindungan untuk mencegah kekeringan. Hal ini dapat terlihat jelas pada
berbagai moluska dimana insang terdapat pada rongga mantel yang dilindungi
cangkang. Contoh hewan ini adalah Bivalvia.
e. Cara Makan
e. Cara Makan
Pada waktu makan, seluruh hewan
intertidal harusmengeluarkan bagian-bagian berdaging dari tubuhnya. Karena
ituseluruh hewan intertidal hanya aktif jika pasang naik dan tubuhnyaterendam
air. Hal ini berlaku bagi seluruh hewan baik pemakan tumbuhan, pemakan
bahan-bahan tersaring, pemakan detritus maupun predator.
f.
Reproduksi
Kebanyakan organisme intertidal hidup
menetap atau bahkan melekat, sehingga dalam penyebarannya mereka mmenghasilkan
telur atau larva yang terapung bebas sebagai plankton. Hampir semua organisme
mempunyai daur perkembangbiakan yang seirama dengan munculnya arus pasang surut
tertentu, seperti misalnya pada waktu pasang purnama.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang
telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:
1. Pasang surut adalah gerakan naik turunnya
permukaan laut secara beriramayang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan
matahari.
2. Teori-teori pasang surut yaitu teori
kesetimbangan menerangkan sifat-sifat pasut secara kualitatif. Teori ini
menyatakan bahwa naik-turunnya permukaan laut sebanding dengan gaya pembangkit
pasang surut (King, 1966). Teori pasut dinamika, menurut teori dinamis, gaya
pembangkit pasut menghasilkan gelombang pasut (tide wive) yang periodenya
sebanding dengan gaya pembangkit pasut.
3. Faktor-faktor penyebab terjadinya pasang surut adalah berdasarkan teori kesetimbangan adalah rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari, revolusi bumi terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar.
3. Faktor-faktor penyebab terjadinya pasang surut adalah berdasarkan teori kesetimbangan adalah rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari, revolusi bumi terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar.
4. Tipe-tipe pasang surut adalah pasut semi
diurnal atau pasut harian ganda (dua kali pasang dan dua kali surut dalam 24
jam); pasut diurnal atau pasut harian tunggal (satu kali pasang dan satu kali
surut dalam 24 jam); campuran keduanya dengan jenis ganda dominan dan campuran
keduanya dengan jenis tunggal dominan.
5. Pengaruh pasang surut terhadap organism
perairan laut adalah kombinasi antara pasang-surut dan waktu dapat menimbulkan
bentuk adaptasi yang mencakup adaptasi structural, adaptasi fisiologi, dan
adaptasi tingkah laku.
B.
Saran
Saran yang dapat saya ajukan dalam
penyusuana makalah ini adalah agar lebih menambah informasi-informasi atau
literature yang terbaru pasang surut. Selanjutnya agar makalah ini dapat
digunakan sebaik mungkin, sebagai sumber tambahan pengetahuan.
DAFTAR
PUSTAKA
Defant, A.
1958. Ebb And Flow. The Tides of Earth, Air, and Water. The University of
Michigan Press, Michigan. Dalam http://www.scribd.com/doc/80077873/5/Tipe-Pasang-Surut. diakses tanggal 23 Juli 2012
Gross, M.
G.1990. Oceanography ; A View of Earth Prentice Hall, Inc. Englewood Cliff. New
Jersey. Dalam http://www.scribd.com/doc/80077873/5/Tipe-Pasang-Surut. diakses tanggal 23 Juli 2012
http://suharnojhonblog.wordpress.com/2013/03/09/pasang-surut/
Juwana, Sri
dan Romimohtarto, Kasijan., 2007. Biologi Laut. Djambatan. Jakarta.
Nontji, Anugerah, Dr., 2005. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
Nybakken, J.W., 1992. (Terjemahan: H.M. Eidman et al) Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Nontji, Anugerah, Dr., 2005. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
Nybakken, J.W., 1992. (Terjemahan: H.M. Eidman et al) Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Pariwono,
J.I. 1989. Gaya Penggerak Pasang Surut. Dalam Pasang Surut. Ed. Ongkosongo, O.S.R.
dan Suyarso. P3O-LIPI. Jakarta. Hal. 13-23
http://arif-tantriadi.blogspot.com/2011/07/pola-adaptasi-biota-intertidal-terhadap.html. diakses tanggal 23 Juli 2012
http://arif-tantriadi.blogspot.com/2011/07/pola-adaptasi-biota-intertidal-terhadap.html. diakses tanggal 23 Juli 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar