Jumat, 18 Juli 2014

Makalah pasang surut



MATA KULIAH
OSEANOGRAFI PERIKANAN




NAMA : HEDRIANTO
STAMBUK : 21206007


PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI
KENDARI
2014






KATA PENGANTAR

            Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam yang senantiasa mencurahkan rahmatnya dan karunianya. Kami bersyukur kepada ilahi robi yang telah memberikan taufik serta hidayahnya kepada kami sehingga tugas makalah ini dapat terselesaikan.
            Materi dalam makalah ini disusun berdasarkan studi pustaka dengan referensi-referensi yang sesuai dengan tujuan agar pada umumnya lebih mengetahui tentang pasang surut dan pengaruhnya terhadap organisme perairan.
            Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami kepada para pembaca khususnya kami mengharapkan saran dan kritiknya demi kesempurnaan makalah ini.
            Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca dan umumnya bagi masyarakat. amin






                                                                                                Penulis,


                                                                                                ttd







DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................       
DAFTAR ISI.................................................................................................       
BAB  I  PENDAHULUAN
A.  Latar belakang..........................................................................................       
B.  Rumusan masalah.....................................................................................       
C.  Tujuan penulisan..............................................................................                     
BAB  II  PEMBAHASAN
A.   Pengertian pasang surut............................................................................       
B.   Teori dan faktor penyebab pasang surut..................................................  ......
C.   Tipe-tipe pasang surut...............................................................................       
D.   Pengaruh pasang surut terhadap organisme..............................................       
BAB  III  PENUTUP
A.    Kesimpulan..............................................................................................
B.    Saran........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................          














BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Laut adalah bagian dari bumi kita yang tertutup oleh air asin. Kata laut sudah dikenal sejak dulu kala oleh kita dan bahkan oleh bangsa-bangsa di beberapa Negara di Asia Tenggara seperti Filipina, Malaysia, Thailand, Singapura dan mungkin beberapa suku bangsa lain di kawasan ini. Laut lepas yang dibatasi oleh benua-benua kita kenal sebagai samudera. Lautan telah lama dikenal sebagai salah satu ekosistem yang paling besar, paling kompleks dan paling dinamis di dunia. Terdapat berbagai macam interaksi antara faktor-faktor penyusun komponen lingkungan laut yang berlangsung sangat cepat dan terus menerus sehingga sangat menentukan kondisi ekosistem yang ada di lingkungan perairan tersebut. Lebih dari 80% air yang yang berada di alam merupakan air laut. Air laut menentukan iklim dan kehidupan di bumi. Sifat dari lingkungan kelautan adalah selalu berubah dan dinamik. Kadang-kadang perubahan ini berlangsung dalam waktu yang relatif cepat maupun lambat. Cepat atau lambatnya perubahan ini sama-sama mempunyai pengaruh, yakni kedua sifat perubahan tersebut akan mengubah intensitas faktor-faktor lingkungan. Perubahan apapun yang terjadi ada yang akan berdampak positif baik bagi suatu kehidupan dan negatif bagi kehidupan yang lain. Karena terus berubahnya lingkungan, maka organisme yang menempati kemungkinan juga akan berubah dan dapat merusak ekosistem tersebut. Faktor-faktor lingkungan fisik yang mempengaruhi perairan laut adalah gerakan air, salinitas suhu dan cahaya. Salah satu gerakan air laut yang membawa pengaruh besar bagi ekosistem laut adalah pasang surut.
Pasang surut (pasut) merupakan salah satu gejala laut yang besar pengaruhnya terhadap kehidupan biota laut, khususnya di wilayah pantai. Pasut adalah gerakan naik turunnya permukaan laut secara beriramayang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari. Bumi berputar bersama kolom air di permukaannya dan menghasilkan dua kali pasang dan dua kali surut dalam 24 jam di banyak tempat di bumi. Namun ada juga pasang surut campuran yang mana terjadi satu kali pasang dua kali surut dan sebaliknya satu kali surut dua kali pasang.













B.            Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang terdapat dalam penyusunan makalah ini adalah:
1.       Bagaimana proses terjadinya pasang surut di laut?
2.       Jelaskan faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut!
3.       Jelaskan tipe-tipe pasang surut yang terjadi di perairan laut!
4.       Bagaimana pengaruh pasang surut terhadap kehidupan organisme di dalam perairan laut?

C.      Tujuan
          Tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan makalah ini adalah:
1.       Untuk mengetahui proses terjadinya pasang surut di perairan air laut.
2.       Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut.
3.       Untuk mengetahui tipe-tipe pasang surut yang terjadi di perairan laut Indonesia khususnya.
4.       Untuk memahami pengaruh pasang surut terhadap kehidupan organisme yang hidup di perairan laut.






BAB II
PEMBAHASAN
A.           Pengertian Pasang Surut
Menurut Nontji (2005), pasang surut adalah gerakan naik turunnya permukaan laut secara berirama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari. Matahari mempunyai massa 27 juta kali lebih besar dari massa bulan, tetapi jaraknya pun sangat jauh dari bumi (rata-rata 149,6 juta km). sedangkan buln, sebagai satelit kecil, jaraknya sangat dekat ke bumi (rata-rata 381.160 km). Dalam mekanika alam semesta, jarak lebih menentukan daripada massa, sehingga bulan memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap terjadinya pasang surut. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari.
Menurut Pariwono (1989), fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Sedangkan menurut Dronkers (1964) pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil.

B.            Teori dan Faktor Penyebab Pasang Surut
1.             Teori kesetimbangan (Equilibrium Theory)
Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton (1642-1727). Teori ini menerangkan sifat-sifat pasut secara kualitatif. Teori terjadi pada bumi ideal yang seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh kelembaman (Inertia) diabaikan. Teori ini menyatakan bahwa naik-turunnya permukaan laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut (King, 1966). Untuk memahami gaya pembangkit passng surut dilakukan dengan memisahkan pergerakan sistem bumi-bulan-matahari menjadi 2 yaitu, sistem bumi-bulan dan sistem bumi matahari.
Pada teori kesetimbangan bumi diasumsikan tertutup air dengan kedalaman dan densitas yang sama dan naik turun muka laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut atau GPP (Tide Generating Force) yaitu Resultante gaya tarik bulan dan gaya sentrifugal, teori ini berkaitan dengan hubungan antara laut, massa air yang naik, bulan, dan matahari. Gaya pembangkit pasut ini akan menimbulkan air tinggi pada dua lokasi dan air rendah pada dua lokasi (Gross, 1987).
Teori tersebut akan benar jika digunakan anggapan seluruh permukaan bumi tertutup merata oleh air laut (equilibrium theory), jika hanya ada pengaruh bulan saja atau matahari saja, tetapi tidak pengaruh keduannya secara bersamaan dan jika bulan atau matahari mempunyai orbit yang benar-benar berupa lingkaran dan orbitnya tepat di atas khatulistiwa. Tetapi pada kenyataannya anggapan tersebut tidak benar. Karena laut tidak meliputi bumi secara merata tetapi terputus oleh benua dan pulau. Topografi dasar laut tidak rata mendatar tetapi sangat bervariasi dari palung yang dalam, gunung bawah laut sampai paparan yang luas dan dangkal. Demikian pula ada selat yang sempit dan panjang atau teluk berbentuk corong dengan dasar melandai. Hal tersebut menimbulkan penyimpangan dari kondisi yang ideal dan menyebabkan ciri-ciri pasang surut yang berbeda-beda dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Selain itu posisi kedudukan bulan dan matahari dalam orbit selalu berubah relatif terhadap bumi. Apabila bulan dan matahari berada kurang lebih pada satu garis lurus dengan bumi, seperti pada saat bulan muda atau bulan purnama maka gaya tarik keduanya akan saling memperkuat. Dalam keadaan demikian terjadi pasang surut purnama (spring tide) dengan tinggi air yang maksimum melebihi pasang biasa. Sebaliknya surutnya sangat rendah hingga lokasi dengan pantai yang landai bisa menjadi kering sampai ke laut. Tetapi jika bulan dan matahari membentuk sudut siku-siku terhadap bumi maka gaya tarik keduanya akan saling meniadakan. Akibatnya perbedaan tinggi air antara pasang dan surut kecil, keadaan ini dikenal dengan pasang perbani (neap tide).
Keterangan:
(a).    Bulan menimbulkan sebuah tonjolan di bagian bumi yang terdekat sehingga gaya gravitasi lebih besar dari pada gaya sentrifugal yang dinetralkan. Di sisi yang berlawanan, gaya sentrifugal lebih kuat dan menetralkan gaya gravitasi.
(b).    Posisi bulan dan matahari pada pasang perbani dan pasang purnama (Nybakken, 1993. hal 221).

2.             Teori Pasut Dinamik (Dynamical Theory)
          Pond dan Pickard (1978) menyatakan bahwa dalam teori ini lautan yang homogen masih diasumsikan menutupi seluruh bumi pada kedalaman yang konstan, tetapi gaya-gaya tarik periodik dapat membangkitkan gelombang dengan periode sesuai dengan konstitue-konstituennya. Gelombang pasut yang terbentuk dipengaruhi oleh GPP, kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi, dan pengaruh gesekan dasar. Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Laplace (1796-1825). Teori ini melengkapi teori kesetimbangan sehingga sifat-sifat pasut dapat diketahui secara kuantitatif. Menurut teori dinamis, gaya pembangkit pasut menghasilkan gelombang pasut (tide wive) yang periodenya sebanding dengan gaya pembangkit pasut. Karena terbentuknya gelombang, maka terdapat faktor lain yang perlu diperhitungkan selain GPP.
          Menurut Defant(1958), faktor-faktor tersebut adalah :
a.       Kedalaman perairan dan luas perairan
b.       Pengaruh rotasi bumi (gaya Coriolis)
c.       Gesekan dasar
          Rotasi bumi menyebabkan semua benda yang bergerak di permukaan bumi akan berubah arah (Coriolis Effect). Di belahan bumi utara benda membelok ke kanan, sedangkan di belahan bumi selatan benda membelok ke kiri. Pengaruh ini tidak terjadi di equator, tetapi semakin meningkat sejalan dengan garis lintang dan mencapai maksimum pada kedua kutub. Besarnya juga bervariasi tergantung pada kecepatan pergerakan benda tersebut.
          Menurut Mac Millan (1966) berkaitan dengan dengan fenomeana pasut, gaya Coriolis mempengaruhi arus pasut. Faktor gesekan dasar dapat mengurangi tunggang pasut dan menyebabkan keterlambatan fase (Phase lag) serta mengakibatkan persamaan gelombang pasut menjadi non linier semakin dangkal perairan maka semaikin besar pengaruh gesekannya.
          Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut berdasarkan teori kesetimbangan adalah rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari, revolusi bumi terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar. Selain itu juga terdapat beberapa faktor lokal yang dapat mempengaruhi pasut disuatu perairan seperti, topogafi dasar laut, lebar selat, bentuk teluk, dan sebagainya, sehingga berbagai lokasi memiliki ciri pasang surut yang berlainan (Wyrtki, 1961).
          Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari (Priyana,1994).
          Bulan dan matahari keduanya memberikan gaya gravitasi tarikan terhadap bumi yang besarnya tergantung kepada besarnya masa benda yang saling tarik menarik tersebut. Bulan memberikan gaya tarik (gravitasi) yang lebih besar dibanding matahari. Hal ini disebabkan karena walaupun masa bulan lebih kecil dari matahari, tetapi posisinya lebih dekat ke bumi. Gaya-gaya ini mengakibatkan air laut, yang menyusun 71% permukaan bumi, menggelembung pada sumbu yang menghadap ke bulan. Pasang surut terbentuk karena rotasi bumi yang berada di bawah muka air yang menggelembung ini, yang mengakibatkan kenaikan dan penurunan permukaan laut di wilayah pesisir secara periodik. Gaya tarik gravitasi matahari juga memiliki efek yang sama namun dengan derajat yang lebih kecil. Daerah-daerah pesisir mengalami dua kali pasang dan dua kali surut selama periode sedikit di atas 24 jam (Priyana,1994).

C.           Tipe-Tipe Pasang Surut
          Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Tipe pasut ditentukan oleh frekuensi air pasang dengan surut setiap harinya. Hal ini disebabkan karena perbedaan respon setiap lokasi terhadap gaya pembangkit pasang surut. Menurut Romimohtarto dan Juwana (2007), dilihat dari pola gerakan muka lautnya, pasang surut di Indonesia dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu:
1.             Pasut semi diurnal atau pasut harian ganda (dua kali pasang dan dua kali surut dalam 24 jam), Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit. misalnya di perairan selat Malaka;
2.             Pasut diurnal atau pasut harian tunggal (satu kali pasang dan satu kali surut dalam 24 jam), Periode pasangsurut adalah 24 jam 50 menit, misalnya di sekitar selat Karimata;
3.             Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal) merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu, ini terdapat di Pantai Selatan Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
4.             Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal) merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda, ini terdapat di Pantai Selatan Jawa dan Indonesia Bagian Timur.
          Daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi. Daerah ini dihuni oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi bagi kepiting dan burung pantai. Daerah tengah pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah. Daerah ini dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput herbivora dan karnivora,kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan kecil. Daerah pantai terdalam terendam saat air pasang maupun surut. Daerah ini dihuni oleh beragam invertebrata dan ikan serta rumput laut.
          Komunitas tumbuhan berturut-turut dari daerah pasang surut ke arah darat dibedakan sebagai berikut.
1.       Formasi pes caprae, dinamakan demikian karena yang paling banyak tumbuh di gundukan pasir adalah yang tahan terhadap hempasan gelombang dan angin;tumbuhan ini menjalar dan berdaun tebal. Tumbuhan lainnya adalah Spinifex littorius (rumput angin), Vigna, Euphorbia atoto, dan Canaualia martina. Lebih ke arah darat lagi ditumbuhi Crinum asiaticum (bakung), Pandanus tectorius (pandan), dan Scaeuola Fruescens (babakoan).
2.       Formasi baringtonia. Daerah ini didominasi tumbuhan baringtonia, termasuk di dalamnya Wedelia, Thespesia,Terminalia, Guettarda, dan Erythrina. Bila tanah di daerah pasang surut berlumpur, maka kawasan ini berupa hutan bakau yang memiliki akar napas. Akar napas merupakan adaptasi tumbuhan di daerah berlumpur yang kurang oksigen. Selain berfungsi untuk mengambil oksigen, akar ini juga dapat digunakan sebagai penahan dari pasang surut gelombang. Yang termasuk tumbuhan dihutan bakau antara lain Nypa, Acathus, Rhizophora, dan Cerbera. Jika tanah pasang surut tidak terlalu basah, pohon yang sering tumbuh adalah Heriticra, Lumnitzera, Acgicras, dan Cylocarpus.

D.           Pengaruh Pasang Surut Terhadap Organisme
          Terjadinya pasang surut memberikan pengaruh terhadap kondisi lingkungan perairan. Misalnya Gerakan air vertikal yang berhubungan dengan naik dan turunnya pasang surut, diiringi oleh gerakan air horizontal yang disebut dengan arus pasang surut. Permukaan air laut senantiasa berubah-ubah setiap saat karena gerakan pasut, keadaan ini juga terjadi pada tempat-tempat sempit seperti teluk dan selat, sehingga menimbulkan arus pasut (Tidal current). Gerakan arus pasut dari laut lepas yang merambat ke perairan pantai akan mengalami perubahan, faktor yang mempengaruhinya antara lain adalah berkurangnya kedalaman. (Mihardja et,. al 1994)
          Menurut King (1962), arus yang terjadi di laut teluk dan laguna adalah akibat massa air mengalir dari permukaan yang lebih tinggi ke permukaan yang lebih rendah yang disebabkan oleh pasut. Arus pasang surut adalah arus yang cukup dominan pada perairan teluk yang memiliki karakteristik pasang (Flood) dan surut atau ebb. Pada waktu gelombang pasut merambat memasuki perairan dangkal, seperti muara sungai atau teluk, maka badan air kawasan ini akan bereaksi terhadap aksi dari perairan lepas.
          Pada daerah-daerah di mana arus pasang surut cukup kuat, tarikan gesekan pada dasar laut menghasilkan potongan arus vertikal, dan resultan turbulensi menyebabkan bercampurnya lapisan air bawah secara vertikal. Pada daerah lain, di mana arus pasang surut lebih lemah, pencampuran sedikit terjadi, dengan demikian stratifikasi (lapisan-lapisan air dengan kepadatan berbeda) dapat terjadi. Perbatasan antar daerah-daerah kontras dari perairan yang bercampur dan terstratifikasi seringkali secara jelas didefinisikan, sehingga terdapat perbedaan lateral yang ditandai dalam kepadatan air pada setiap sisi batas.
          Zona intertidal adalah zona littoral yang secara reguler terkena pasang surut air laut, tingginya adalah dari pasang tertinggi hingga pasang terendah. Didalam wilayah intertidal terbentuk banyak tebing-tebing, cerukan, dan gua, yang merupakan habitat yang sangat mengakomodasi organisme sedimenter. Morfologi di zona intertidal ini mencakup tebing berbatu, pantai pasir, dan tanah basah/wetlands. Pengaruh pasang-surut terhadap organisme dan komunitas zona intertidal paling jelas adalah kondisi yang menyebabkan daerah intertidal terkena udara terbuka secara periodik dengan kisaran parameter fisik yang cukup lebar. Organisme intertidal perlu kemampuan adaptasi agar dapat menempati daerah ini.
          Faktor-faktor fisik pada keadaan ekstrem dimana organisme masih dapat menempati perairan, akan menjadi pembatas atau dapat mematikan jika air sebagai isolasi dihilangkan. Kombinasi antara pasang-surut dan waktu dapat menimbulkan dua akibat langsung yang nyata pada kehadiran dan organisasi komunitas intertidal. Pertama, perbedaan waktu relatif antara lamanya suatu daerah tertentu di intertidal berada diudara terbuka dengan lamanya terendam air. Lamanya terkena udara terbuka merupakan hal yang sangat penting karena pada saat itulah organisme laut akan berada pada kisaran suhu terbesar dan kemungkinan mengalami kekeringan. Semakin lama terkena udara, semakin besar kemungkinan mengalami suhu letal atau kehilangan air diluar batas kemampuan. Kebanyakan hewan ini harus menunggu sampai air menggenang kembali untuk dapat mencari makan. Semakin lama terkena udara, semakin kecil kesempatan untuk mencari makan dan mengakibatkan kekurangan energi. Flora dan fauna intertidal bervariasi kemampuannya dalam menyesuaikan diri terhadap keadaan terkena udara, dan perbedaan ini yang menyebabkan terjadinya perbedaan distribusi organisme intertidal.
          Pengaruh kedua adalah akibat lamanya zona intertidal berada diudara terbuka. Pasang-surut yang terjadi pada siang hari atau malam hari memiliki pengaruh yang berbeda terhadap organisme. Surut pada malam hari menyebabkan daerah intertidal berada dalam kondisi udara terbuka dengan kisaran suhu relatif lebih rendah jika dibanding dengan daerah yang mengalami surut pada saat siang hari.
          Pengaruh pasang-surut yang lain adalah karena biasanya terjadi secara periodik maka pasang-surut cenderung membentuk irama tertentu dalam kegiatan organisme pantai, misalnya irama memijah, mencari makan atau aktivitas organisme lainnya.
1.             Biota pada zona intertidal
          Menurut Prajitno, 2009. Biota pada ekosistem pantai berbatu adalah salah satu daerah ekologi yang paling familiar, habitat dan interaksinya sudah diketahui oleh ilmuan, penelitian diadakan di pulau cruger yang pantai utaranya merupakan (freshwater) air tawar dan berbatu. Fauna pada pantai berbatu pulau cruger berkarakteristik dominan pada binatang air tawar. Sebagian besar berupa Dipterans, Nematodes, Microannelida, Gastropoda,Bivalves dan Flatworms secara keseluruhan, macroinvertebrate yang ada di pantai ini berasal dari golongan Tubellaria, Nematoda, Oligochaeta, Gastropoda, Dreissna, Acari, Amphipoda, Ephemeroptera, Trichoptera, coteoptera, Ceratopogonidae, Chironomidae. Sama seperti lingkungan air tawar, serangga menjadi hal umum dicruger Island. Serangga yang terdapat adalah Epheraroptera, Trichoptera, coleoptera dan diptera.
          Menurut Nybakken, 1988. Dilingkungan laut khususnya di intertidal. Spesies yang berumur panjang cenderung terdiri dari berbagai hewan inverbrata.hewan-hewan intertidal dominan yang menguasai ruang selain Mytilus californianus yang terdapat dalam jumlah banyak di pesisir pasifik adalah teritip Balanus Cariogus dan Balanus glandula. Dua spesies tersebut terdapat melimpah di wilayah intertidal walaupun kenyataannya mereka bersaing dengan M.californianus hal ini menyebabkan pertumbuhan teritip dapat berlangsung dengan baik. Pisaster Ochraceus merupakan predator kerang yang rakus sehingga secara efektif mencegah kerang menempati seluruh ruang.
Pantai yang terdiri dari batu-batuan (rocky shore) merupakan tempat yang sangat baik bagi hewan-hewan atau tumbuhan-tumbuhan yang dapat menempelkan diri pada lapisan ini. Golongan ini termasuk banyak jenis gastropoda, moluska dan tumbuh-tumbuhan yang berukuran besar. Dua spesies Uttorina undulata dan tectarius malaccensis, tinggal dan hidup di bagian batas atas dari pantai di bawahnya berturut-turut ditempati oleh jenis spesies lain monodonta labio dan Nerita undata. Kemudian oleh cerithium morus dan turbo intercostalis. Akhirnya pada batas yang paling bawah terdapat lambis-lambis dan trochus gibberula (Hutabarat, 2008).
2.             Pola adaptasi organism intertidal
          Bentuk adaptasi adalah mncakup adaptasi structural, adaptasi fisiologi, dan adaptasi tingkah laku. Adaptasi structural merupakan cara hidup untuk menyesuaikan dirinya dengan mengembangkan struktur tubuh atau alat-alat tubuh kearah yang lebh sesuai dengan keadaan lingkungan dan keperluan hidup.
Adaptasi fisiologi adalah cara makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara penyesaian proses-proses fisiologis dalam tubuhnya. Adaptasi tingkah laku adalah respon-respon hewan terhadap kondisi lingkungan dalam bentuk perubahan tingkah laku. (www.zonabawah.co.cc)
          Organisme intertidal memilki kemampuan untuk beradaptasi dngan kondisi lingkungan yang dapat berubah secara signifikan, pola tersebut meliputi:
a.              Daya Tahan terhadap Kehilangan air
          Organisme laut berpindah dari air ke udara terbuka, mereka mulai kehilangan air. Mekanisme yang sederhana untuk menghindari kehilangan air terlihat pada hewan-hewan yang bergerak seperti kepiting dan anemon. Hewan-hewan tersebut memiliki bentuk morfologi seperti memiliki alat gerak yang baik untuk melakukan pergerakan yang cepat, serta struktur tubuh yang ditutupi oleh zat kapur yang cukup kuat.
b.             Pemeliharaan Keseimbangan Panas
          Organisme intertidal juga mengalami keterbukaan terhadap suhu panas dan dingin yang ekstrim dan memperlihatkan adaptasi tingkah laku dan struktur tubuh untuk menjaga keseimbangan panas internal. Contoh pada siput dan kerang-kerangan ketika pasang maka siput tersebut akan mengeluarkan badannya dari cangkang untuk melakukan aktivitas, sedangkan ketika keadaan surut yang mengakibatkan keberadaan siput tersebut terdedah dengan mendapatkan suhu lingkungan yang ekstrim, maka tubuhnya akan dimasukkan ke dalam cangkang, untuk tetap mempertahankan suhu tubuhnya yang stabil.
c.              Tekanan mekanik
          Gerakan ombak mempunyai pengaruh yang berbeda, pada pantai berbatu dan pada pantai berpasir. Untuk mempertahankan posisi menghadapi gerakan ombak, organism intertidal telah membentuk beberapa adaptasi.

d.             Pernapasan
          Diantara hewan intertidal terdapat kecenderungan organ pernapasan yang mempunyai tonjolan kedalam rongga perlindungan untuk mencegah kekeringan. Hal ini dapat terlihat jelas pada berbagai moluska dimana insang terdapat pada rongga mantel yang dilindungi cangkang. Contoh hewan ini adalah Bivalvia.
e.       Cara Makan
          Pada waktu makan, seluruh hewan intertidal harusmengeluarkan bagian-bagian berdaging dari tubuhnya. Karena ituseluruh hewan intertidal hanya aktif jika pasang naik dan tubuhnyaterendam air. Hal ini berlaku bagi seluruh hewan baik pemakan tumbuhan, pemakan bahan-bahan tersaring, pemakan detritus maupun predator.
f.              Reproduksi
          Kebanyakan organisme intertidal hidup menetap atau bahkan melekat, sehingga dalam penyebarannya mereka mmenghasilkan telur atau larva yang terapung bebas sebagai plankton. Hampir semua organisme mempunyai daur perkembangbiakan yang seirama dengan munculnya arus pasang surut tertentu, seperti misalnya pada waktu pasang purnama.






BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
          Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:
1.       Pasang surut adalah gerakan naik turunnya permukaan laut secara beriramayang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari.
2.       Teori-teori pasang surut yaitu teori kesetimbangan menerangkan sifat-sifat pasut secara kualitatif. Teori ini menyatakan bahwa naik-turunnya permukaan laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut (King, 1966). Teori pasut dinamika, menurut teori dinamis, gaya pembangkit pasut menghasilkan gelombang pasut (tide wive) yang periodenya sebanding dengan gaya pembangkit pasut.
3.       Faktor-faktor penyebab terjadinya pasang surut adalah berdasarkan teori kesetimbangan adalah rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari, revolusi bumi terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar.
4.       Tipe-tipe pasang surut adalah pasut semi diurnal atau pasut harian ganda (dua kali pasang dan dua kali surut dalam 24 jam); pasut diurnal atau pasut harian tunggal (satu kali pasang dan satu kali surut dalam 24 jam); campuran keduanya dengan jenis ganda dominan dan campuran keduanya dengan jenis tunggal dominan.
5.       Pengaruh pasang surut terhadap organism perairan laut adalah kombinasi antara pasang-surut dan waktu dapat menimbulkan bentuk adaptasi yang mencakup adaptasi structural, adaptasi fisiologi, dan adaptasi tingkah laku.

B.            Saran
          Saran yang dapat saya ajukan dalam penyusuana makalah ini adalah agar lebih menambah informasi-informasi atau literature yang terbaru pasang surut. Selanjutnya agar makalah ini dapat digunakan sebaik mungkin, sebagai sumber tambahan pengetahuan.














DAFTAR PUSTAKA
Defant, A. 1958. Ebb And Flow. The Tides of Earth, Air, and Water. The University of Michigan Press, Michigan. Dalam http://www.scribd.com/doc/80077873/5/Tipe-Pasang-Surut. diakses tanggal 23 Juli 2012
Gross, M. G.1990. Oceanography ; A View of Earth Prentice Hall, Inc. Englewood Cliff. New Jersey. Dalam http://www.scribd.com/doc/80077873/5/Tipe-Pasang-Surut. diakses tanggal 23 Juli 2012
http://suharnojhonblog.wordpress.com/2013/03/09/pasang-surut/
Juwana, Sri dan Romimohtarto, Kasijan., 2007. Biologi Laut. Djambatan. Jakarta.
Nontji, Anugerah, Dr., 2005. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
Nybakken, J.W., 1992. (Terjemahan: H.M. Eidman et al) Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Pariwono, J.I. 1989. Gaya Penggerak Pasang Surut. Dalam Pasang Surut. Ed. Ongkosongo, O.S.R. dan Suyarso. P3O-LIPI. Jakarta. Hal. 13-23
http://arif-tantriadi.blogspot.com/2011/07/pola-adaptasi-biota-intertidal-terhadap.html. diakses tanggal 23 Juli 2012


Tidak ada komentar:

Posting Komentar